Paradoks Perusahaan Batak: Kesuksesan yang Tak Berkelanjutan?


Notice: Undefined index: margin_above in /home/suaratap/public_html/wp-content/plugins/ultimate-social-media-icons/libs/controllers/sfsiocns_OnPosts.php on line 652

Notice: Undefined index: margin_below in /home/suaratap/public_html/wp-content/plugins/ultimate-social-media-icons/libs/controllers/sfsiocns_OnPosts.php on line 653

Fenomena perusahaan Batak

Kemerdekaan Indonesia membuka pintu keemasan bagi masyarakat Batak. Orang Batak bangkit, dan elit-elit baru muncul di berbagai bidang: pemerintahan, militer, dan bisnis. Di Jakarta, Sumatera Timur, dan kota-kota lain, nama-nama Batak bersinar.

Eks pengusaha tradisional seperti E. Simanjuntak membangun kembali perusahaan tenun di Balige. Perusahaan angkutan dan perdagangan umum bermunculan, menggantikan dominasi Cina sebelum perang. Pengusaha baru ini membawa angin perubahan dalam kehidupan tradisional Batak.

Mereka berusaha dengan cara baru, meniru dan belajar dari pengalaman. Fasilitas pemerintah membantu mereka bangkit. Tidak hanya kalangan terpelajar atau keturunan raja, tetapi juga marga boru, marga raja, dan parippe yang terjun ke dunia bisnis. Mereka membuktikan bahwa kesuksesan tidak terbatas pada latar belakang.

Kehidupan bisnis Batak, sebuah kisah kontras. Meskipun tidak memiliki tradisi lama, mereka berhasil membangun kerajaan bisnis yang luas dan beragam. Dari transportasi hingga perkebunan, hotel, dan bank, nama-nama Batak bersinar.

Namun, di balik kesuksesan ini, terdapat kelemahan. Perusahaan-perusahaan ini dikelola secara tradisional, dengan pemilik keluarga yang dominan. Mereka berkembang cepat, tapi seringkali menghilang seiring waktu. Generasi kedua langka yang berhasil meneruskan kesuksesan. Tetapi generasi ketiga dan selanjutnya sudah jadi penikmat dan tak mampu mempertahankan apalagi membesarkan perusahaan.

Pertanyaan besar muncul: Mengapa perusahaan Batak dikelola secara tradisional? Mengapa mereka berhasil di luar tanah Batak, tapi tidak di kampung halaman? Ungkapan lagu; “Horas……Biar kambing di kampung sendiri. Horas……Tapi banteng di perantauan.” Mengapa generasi kedua dan ketiga gagal meneruskan usaha atau perusahaan yang didirikan orangtunya?

Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan ini? Bagaimana prospek masa depan bisnis Batak? Kisah ini membutuhkan jawaban yang mendalam.

Fenomena perusahaan Batak cepat berjaya dan kemudian menua, ini bisa disebabkan beberapa faktor internal. Pertama pengelolaan tradisional, perusahaan Batak sering dikelola secara keluarga, tanpa profesionalisme. Kemudian anggota keluarga cenderung gaduh, rebut antar kakak adik. Kiatnya generasi selanjutnya mesti kompak, anak pertama dan kedua mesti sejati. Regenesasi pengelolaan usaha Batak gagal karena kurangnya perencanaan suksesi dan tidak ada rencana jelas untuk generasi berikutnya. Selanjutnya, ketergantungan pada pemilik. Perusahaan terlalu bergantung pada kemampuan pemilik. Kurangnya inovasi dan tidak ada upaya untuk mengembangkan teknologi dan strategi. Sebab setiap era tantangannya berbeda.

Lalu, faktor eksternal. Adanya persaingan global: Perusahaan Batak harus bersaing dengan perusahaan lain secara global. Tentu juga dipengaruhi perubahan pasar. Perubahan selera konsumen dan tren pasar. Lalu, regulasi pemerintah. Perubahan kebijakan pemerintah mempengaruhi bisnis. Juga tentu dipengaruhi keterbatasan sumber daya: Keterbatasan modal, teknologi, dan sumber daya manusia.

Solusi untuk bisa mempertahankan bisnis, para generasi yang melanjutkan usaha mesti bisa menyesuaikan diri, ikut menjadi pendukung pemerintah dan aktif di partai politik. Walau kemudian tidak sedikit usaha yang dibangun berpuluh tahun jika pelanjutnya tak bisa elastis bergaul. Terutama profesionalisme pengelolaan. Perencanaan suksesi yang jelas utamanya inovasi dan pengembangan teknologi. Dan, saatnya membangun kerjasama dengan perusahaan lain untuk juga bisa peka dalam penyesuaian dengan perubahan pasar dan regulasi.

Di tengah badai persaingan, perusahaan Batak muncul seperti meteor, menyinari langit bisnis Indonesia. PT. Piola, T.D Pardede, PT. Sayur Mayur, Saudaranta, Arion, dan ratusan lainnya menjadi ikon kesuksesan perusahaan Batak.

Faktor budaya Batak menjadi kunci keberhasilan: kawin eksogami, pendidikan, keberanian merantau, adaptasi, dan semangat entrepreneurship. Mereka peka terhadap inovasi, berani mencoba, dan optimis.

Namun, di balik kesuksesan, terdapat kelemahan fatal: cepat puas, kurang menghargai saran, pengambilan keputusan keluarga, kurangnya pendidikan formal, dan sombong. Mereka lupa pada profesionalisme dan inovasi.

Ketika kekayaan datang, mereka mencari pengakuan di bidang kekuasaan, menghabiskan waktu untuk pesta dan urusan adat. Perhatian terbagi, bisnis memudar. Kisah ini mengingatkan kita tentang pentingnya profesionalisme, inovasi, dan perencanaan suksesi dalam mempertahankan kesuksesan bisnis.

Di tengah badai persaingan bisnis, perusahaan Batak berdiri gagah, namun terbelenggu tradisionalisme. Dinamisme dan kerja keras menjadi ciri khas, tetapi perencanaan strategis dan inovasi masih jauh dari harapan.

Penulis adalah Hotman J. Lumban Gaol (Hojot Marluga), Pegiat Perbukuan, Penulis & Jurnalis. Dia juga Certified Theocentric Motivator dan Kepala Humas Asosiasi Pengusaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (APMIKIMMDO)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

three + eight =