Pembaharuan Akar Budi

Oleh: Hojot Marluga

Pembaharuan merupakan hal yang sangat penting di kehidupan dan menjadi satu tanda dalam diri untuk makin taraf dan mumpuni. Dikatakan, janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budi. “Berubah oleh karena pembaharuan budi.” Berarti berubah harus dari dalam diri bukan dipaksa keadaan, tetapi memaksa diri. Kalau dipaksa keadaan akan lebih menyakitkan daripada dari kesadaran diri. Jika tak mengendalikan diri, dunia akan mengendalikan. Oleh karena dunia memberikan tawaran untuk mengikutinya. Dunia dengan isme-ismenya membuat terjerembat dalam limpungan kesalahan. Perubahan yang dimaksud tentu pembaruan akal budi, atau perubahan pikiran.

Kata pembaruan dari teks aslinya anakainosis (ἀνακαίνωαις). Artinya, ada proses, perjuangan diri untuk berubah. Budi adalah alat batin yang merupakan paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk keadaan atau kondisi. Tatkala akal budi terjadi pembaharuan, pikiran mengalami perubahan, maka pada saat itulah juga ada bisa berubah. Akal budilah yang diterangi dan dari sana lahir satu hati yang baru. Kuncinya ada pada pikiran atau akal budi yang telah dibaharui. Didahului dari proses akal kemudian menjadi budi. Disini terjadi perubahan, berubah oleh pembaharuan, ada spirit untuk berubah lebih baik.

Alih-alih kata budi didalamnya ada akal, logika, perasaan dan hikmat yang disertai perjuangan, bakti dan pengabdian yang kukuh. Perubahan budi berarti sampai di tataran kesadaran, perubahan dan dampaknya memberi pengaruh bagi sekeliling. Hasilnya dimulai dari pembaharuaan akal. Lalu, bagaimana bisa mempengaruhi jikalau diri sendiri belum terjadi pembaharuan akal budi sendiri? Jelaslah tak akan bisa mempengaruhi jika belum berubah, tak ada pembaharuan dalam diri terlebih dahulu.

Ada transformasi perilaku. Ada tindakan dari hasil pembaharuan akal budi. Tentu, diri kitalah yang menentukan dan membuat pembedaan di dalam hati untuk bisa bertindak sebagai hakim dengan pikiran. Maka cara yang lebih pasti, yaitu transformasi pikiran untuk memampukan seseorang bisa berubah. Perubahan merupakan hal yang sangat penting dan menjadi satu tanda dalam diri seseorang hingga bisa berdampak.

Disinilah tentu kekuatan spiritual yang luar biasa, hendaknya mendorong berubah, emosi dikendalikan. Hasrat dipandang sebagai antitesis dari akal budi untuk dikendalikan emosi. Emosi sendiri hal yang baik, tapi hanya jika dikendalikan pikiran yang sudah dikuasai Kebenaran. Jika tidak, emosi bisa merusak, menjadi kekuatan yang tak bisa dikendalikan. Maka ke mana pun pikiran pergi, kehendak akan mengikutinya, begitu pula dengan emosi. Rentetan ini untuk membawa pada pembaharuan akal budi.

Jadi perdamaian dimulai dari pola pikir baru yang dari sebelumnya, diganti dengan cara pikir yang baru bahwa diri adalah agen dari perubahan. Disini tak dikatakan isilah budimu artinya bahwa cara pikir sebelumnya bukan kosong, lalu sekarang isi atau penuhi. Tetapi pola pikir kita selama ini belum dibaharui. Pembaharuan budi yang konsisten, terus-menerus dilakukan setiap saat akan membawa pada makna hidup. Inti dari perubahan, jika sudah bisa berdamai dengan Pencipta, berdamai dengan orang lain, dan berdamai dengan diri sendiri maka otomatis seseorang bisa mengusahakan perdamaian untuk dunia.

Lagi-alagi diminta janganlah pikiran-pikiran hanya tertuju kepada masalah-masalah duniawi. Pembaharuan pikiran akan menyingkapkan rahasia-rahasia telah memberitahukan kepada tuanku apa yang akan terjadi. Olehnya, jangan kalah dengan orang-orang yang bertopeng, membiarkan kemenangan digagalkan oleh orang yang pura-pura merendahkan diri, serta berkanjang pada penglihatan-penglihatan dan tanpa alasan membesar-besarkan diri oleh pikirannya yang duniawi.

Penulis adalah jurnalis, pegiat buku dan motivator (Penerima Certified Theocentric Motivation)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

12 + fifteen =