Flores boru Sagala; Menjadikan Wahana Prestasi Prima Jadi Khotbah Hidup


Notice: Undefined index: margin_above in /home/suaratap/public_html/wp-content/plugins/ultimate-social-media-icons/libs/controllers/sfsiocns_OnPosts.php on line 652

Notice: Undefined index: margin_below in /home/suaratap/public_html/wp-content/plugins/ultimate-social-media-icons/libs/controllers/sfsiocns_OnPosts.php on line 653

Kami juga dengar Anda dulu mengelola lembaga atau usaha di bidang TKW. Tolong ceritakan itu, apa tantangan di bidang ini?

Sebelum, saya pengusaha TKW saya sudah bekerja dulu sebelum usaha itu, yang lain saya contohkan. Saya punya salon, tetapi terakhir, saya putuskan untuk konsentrasi di pengusaha TKW. Kalau pengusaha TKW ini tantangannya sangat banyak. Saya kira kita semua tahu, pasti akan menghadapi dunia seperti ini tak mudah, mesti berhadapan dunia luar maupun di pemerintahan kita, harus hadapi. Tetapi salah satu kuncinya adalah menggunakan feeling dan insting. Saya tidak pernah melawan feeling saya. Saya tidak pernah sedikitpun menghiraukan feeling. Feeling saya mengatakan, ini saya akan ikuti. Buat saya feeling adalah guru yang terbaik buat saya (umumnya orang menyebut Indra keenam). 

Dan, kalau saya ada kendala pasti saya konsultasi, berkoordinasi dan selalu sharing dengan suami saya, ketepatan suami saya adalah doktor pendidikan, dia punya pengalaman menghadapi manusia, bukan kertas. Tetapi manusia dan dia pasti sudah lebih tahu bagaimana ilmu jiwa untuk manusia. Saya sudah puluhan tahun untuk menjiwai manusia. Saya dengan suami berkolaborasi untuk bagaimana maju. Kalau untuk TKW saya sudah sering menerbangkan TKW satu pesawat.

Kemana saja TKW yang dikirim?

Ke Singapore, Malaysia, Hongkong. Dan kalau keluar negeri, saya tak pernah melecehkan bangsa saya. Saya akan marah kalau saya datang ke sana mereka macam-macam kepada saya, saya langsung bilang. “Kenapa. Saya bukan masalah big bossnya, tetapi buat saya dia sudah melecehkan bangsa saya.” Saya nggak mau itu. Jikalau saya datang, aduh ini datang singa betina. Itulah mereka. Bilang ke saya, saya bangga dengan ini. Saya, kan, tahulah bagaimana TKW sedikit tentang bisnis ini karena ini kan juga merupakan tanggung-jawab tak ujug-ujug hanya mengirim tenaga kerja, iya.

Barangkali juga ada hubungannya dengan lembaga pendidikan yang sedang dikembangkan, sebelum dikirim, apakah mereka mendapat pelatihan?

Itu harus. Pasti seluruh TKW yang kita berangkatkan harus dimodali dengan bekal pengetahuan.  Kita siapkan asrama, BLK, harus ada pelatihan. Di sana ada gurunya ada guru Inggrisnya, ada guru bahasa untuk ke Hongkong. Tak boleh mereka tak dilengkapi. Para TKW jangan diterbangkan asal saja. Nggak bisa, ia betul-betul test di sini. Ada BLK. Ditest ia, lolos dapat sertifikat, baru bisa terbang dan ia kalau sudah di sana sekedar mereview ini harus sudah betul-betul dapat majikan di sana baru kita bisa terbangkan. Bukan agen-agen, hanya untuk perwakilan saja. Kita ke agen-agen itu sudah dapat itu majikannya, dan kita harus tahu nama majikannya. Di mana alamatnya, berapa gajinya, berapa semuanya harus tahu cutinya seperti apa, baru kita terbangkan.

Tantangan besar sudah pasti fulusnya juga besar. Saya tidak akan tanya soal keuntungannya, pertanyaannya kami soal feeling dan perhatian, memang banyak hal jebakan-jebakan yang harus hati-hati dilakukan. Tetapi kurang berani juga kita dapat peluang. Itu juga tadi bicara soal konsultasi, atau bicara dengan memahami seperti partner, memberi pencerahan tetapi apalagi caranya untuk sampai iya terlatih?

Saya nggak pernah melatih feeling saya, tetapi saya tak pernah mau melawan feeling saya. Saya selalu ditanya orang, siapa dukunmu? Pertanyaan ini sama saya sudah lebih dari ribuan kali, bertanya, siapa sih dukunmu. Saya bilang saya punya dukun. Saya jawab, “Dukun saya Tuhan Yesus.”

Contoh, saya mau pergi ke sesuatu itu saya pasti berdoa terlebih dulu, begitu itu saya berdoa saya berjalan. Kalau saya kayak malas, saya nggak mau, saya nggak jalan. Itulah saya nggak pernah melawan feeling. Mungkin itulah terapi feeling yang kayak tadi dipertanyakan ke saya, tetapi saya tak punya terapi, tetapi saya tak pernah mau melawan feeling saya, dan selalu saya bilang Tuhan saya mau ke sini. Saya kepada Tuhan itu saya tak pernah enggak bicara. Saya seperti bicara komunikasi saja.

Kan, kita masing-masing manusia diberi kehendak bebas tergantung ke hendak bebas ini kita gunakan untuk apa dan tak semua mampu menggunakan kehendak bebasnya, dengan bagus memang kita diberi talenta ini bisa dikembangkan sebagai usahawan sebagai pengusaha. Saya kira ini ada rentetan tadi sudah ada usaha yang dilakukan usaha sebelum menggelola usaha ini. Saya dengar juga usahanya berkembang, juga karena relasi juga mungkin karena banyak berkomunikasi dengan tokoh-tokoh termasuk juga berelasi dengan perempuan hebat juga dari Banten. Tolong cerita…

Saya memang sebagai ketua Yayasan di sini ketepatan saya factor umur, tenaga sudah mulai berkurang. Saya berkoordinasi dengan suami. Makanya, hela di sini sebagai kepala sekolah, jadi kami sudah banyak memberikan kepercayaan kepada dia, sekarang yang itu bercerita dengan ada saya sekarang bisnis, tetapi saya tak perlu sebut namanya. Memang ini bisnis, saya datang ke sana. Saya punya feeling, saya ikuti feeling saya. Ini bener terjadi. Saya dengarkan feeling saya, mengatakan, saya mau main. Saya main yang mau katakana begini, di sana semua adalah orang-orang yang betul-betul kalau istilah zaman sekarang ini Sultan. Saya bangga saya satu-satunya orang Batak ada di komunitas itu.

Perempuan yang bisa mencapai, ada tahapannya. Tetapi tahapan yang paling tinggi sekarang adalah hanya saya. Saya bisa duduk satu meja dengan mereka dengan, putrinya pemilik Sinarmas, duduk Satu meja dengan ibu-ibu yang hebat. Saya di sana bisa mendapatkan rezeki yang di luar dari jangkauan pikiran dan dugaan kami. Saya mengatakan, puji Tuhan kami bisa berjalan di sana sampai sekarang.

Perempuan hebat dari pengusaha kemudian menjadi Ketua Yayasan, sekolah yang sangat diminati. Saya dengar juga ribuan siswanya. Kalau lembaga pendidikan mestinya dibangun dengan misi kemanusiaan. Penjelasan dari Inang karena kalau ini diniatkan untuk bisnis, saya kira akan bergesekan ke depan, apa niat awal sebenarnya mendirikan yayasan ini. Karena kita tahu tidak mungkin merugi sebagai lembaga pendidikan yang kelola baik. Pertama, kami melihat ini bermutu bagus dikelolanya tapi tidak mungkin meraup untung di Yayasan. Apa gerangan niatnya?

Sebenarnya saya mendirikan yayasan ini yang pertama adalah untuk suami, mereka itu adalah doktor pendidikan dan saya tahu bahwa beliau orang cerdas. Cuma ada benturan yang tertentu di dalam hal kedinasan itu, yang itu menurut saya harga mati tidak. Boleh ditoleransi, itu dan itu saya pikir begini Tuhan, engkau memberikan dia cerdas. Buatlah dia jadi garam dunia. Saya mendirikan sekolah ini sebenarnya hanya untuk laboratorium suami saya pada prinsipnya.

Mengapa, mendirikan laboratorium?

Oleh karena saya sayang kepada suami saya. Suami saya cerdas dan dia baik, tetapi memang ada batas. Ketika di masih pegawai negeri dia di sana saya harus buat dia bisa bahagia kembali. Saya buat ini, sekolah hanya untuk bagaimana supaya apa yang ada di dalam pikirannya dia bisa tuangkan sebagai laboratorium. Setelah ini saya membuat sekolah ini, saya harus all out.

Saya tidak melanjutkan bisnis TKW. Saya putuskan tak melanjutkan otak bisnis saya putus. Oleh karena pekerjaan yang kita tak sungguh-sungguh melakukannya pasti tak mendapatkan hasil yang maksimal. Jadi memang betul-betul misi sosial di sini. Jikalau di sini saya tidak pernah memainkan otak bisnis saya. Saya matikan sampai titik nol, tidak ada, saya tidak ada pakai bisnis di.

Saya sudah menemukan jawabannya, untuk tetap bisa eksis harus dilestarikannya. Tim kami terpesona melihat ruangan, lima monitor dan CCTV dan dihidupkan ini berarti 24 jam. Bagaimana mengelolanya?

Kami mempunyai punya motto Benjamin Franklin Quote: “If better is possible, good is not enough” (ungakan Benjamin Franklin). Artinya, jika ada yang lebih baik, sebab baik saja tak cukup kalau masih ada yang lebih baik. Bagaimana saya memastikan mengontrol semua guru dan siswa pada saat belajar mengajar, saya pasang CCTV begitu saya lihat ada temuan-temuan, saya akan zoom, saya pakai HT. Dan semua di sini mulai dari piket semua pakai HT. Saya tinggal sebut, saya zoom ini ruangan, saya sebut di HT piket tersebut akan memantau bagian yang saya maksud. Kita tetap memantau bagian kesiswaan. Sebab ada 2300 siswa di sini, itu berarti ada 4600 orangtua menitipkan anaknya di sini.

Di sini ada SMK ada SMA. SMK sudah jalan 11 tahun. SMA jalan 4 tahun. Saya dengan suami sepakat bahwa kami di sini melayani. Maka slongan if better is possible, good is not enough kami pakai. Jika ada yang lebih baik gunakan yang lebih baik, karena baik saja tsk cukup. Itulah cara kami memantau, mengelola. Makanya di sini ada namanya kode 321. Rambut laki-laki tak boleh panjang. Ini style sekolah kami. Saya tidak mau menyebut bahwa gondrong boleh, tetapi itu hak mereka. Tetapi peraturan di sekolah kami ada kode 321. Rambut anak itu harus ada di atas kuping. Mesti kelihatan rapi bersih, itu satu. Yang kedua, di sini tidak boleh siswa pakai celana pensil. Bagaimana aturannya untuk celana pensi? Kalau ditarik celananya tidak bisa lewat lutut, itu celana pensil dan itu kalau kita sudah buat pengumuman dua minggu tidak dihiraukan kita pasti ada punishment dan kita panggil orang tuanya. Bikin surat pernyataan bahwa kita sepakat mendidik anak, maksudnya. Anak saya bilang selalu dengan suami saya, bilang salah tidak ada murid yang bodoh tapi guru yang belum berhasil untuk mendidik.

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

3 × one =