Flores boru Sagala; Menjadikan Wahana Prestasi Prima Jadi Khotbah Hidup


Notice: Undefined index: margin_above in /home/suaratap/public_html/wp-content/plugins/ultimate-social-media-icons/libs/controllers/sfsiocns_OnPosts.php on line 652

Notice: Undefined index: margin_below in /home/suaratap/public_html/wp-content/plugins/ultimate-social-media-icons/libs/controllers/sfsiocns_OnPosts.php on line 653

Tentu, itu kebijakan manajemen, tetapi orang-orang berprestasi juga patut dihadiahkan?

Kalau di sini siswa berprestasi dalam tahun ini kita akan sudah buat kalau orang berprestasi di sini akan ada satu beasiswa. Contoh pintar main basket, dia berprestasi di luar, kita sudah mulai godok disi. Itu baru di kegiatan di luar. Di sini ada yang tak membayar.

Saya teringat satu negara yang paling happy karena prestasi sekolahnya juga secara menyeluruh bagus, Irlandia negara kecil. Tetapi secara umum mereka happy karena cerdas, modal mereka sebenarnya kejujuran. Sebagai ketua kaitannya dengan mengelola sekolah, disiplin, pelatihan-pelatihan juga dikelola dengan ketat, termasuk pemantauan CCTV. Aapalagi moral yang hendak dihadirkan agar nilai mereka secara emosional bukan hanya intelijen, tetapi melahirkan akhlak?

Akhlak yang pertama. Di sini guru kita katakan, “kalau bapak ibu mengajar jangan hanya mata pelajaran saja. Berikan dia kasih sayang. Bisa saja anak ini tidak punya perhatian di luar, tetapi dapat perhatian di sini. Anak ini bisa bagus atau tidak kalau kita berikan perhatian kasih sayang kepada mereka. Apapun yang kita bilang pasti mereka lakukan. Jadi yang pertama di sini kita lakukan disiplin, namun disiplin dengan kasih sayang. Jikalau kita buat peraturan ini.. ini… ini…bisa melawan. Tetapi kita memberikan itu dengan kasih sayang, mengapa? Contoh kalau kita menemukan siswa rambutnya gondrong, kita bilang sama dia kamu, kan sudah tahu ada peraturan. Nah, ini rambutmu panjang. Iya sepakat kita ya, kita potong ya. Dia kan nggak ada beban. Hanya kita potong sedikit, nanti dia rapikan sendiri. Jadi yang di sini membuat sukses itu sekolah itu satu adalah disiplin, kedua akhlak. Menurut saya kalau akhlaknya sudah bagus maka akan berhasi. Penelitian orang-orang pintar kecerdasan itu nomor 17, nomor satu itu kejujuran.

Sarana pendukung di kawasan sekolah ini mentereng, semua bangunannya memang ditata bagus. Kami mendengar bahwa siswa-siswi di sini juga betah-petah berlama-lama sampai sore, mereka ada di sekitar sekolah, mungkin karena fasilitas termasuk mungkin internet. Apalagi prasarana pendukung di sekolah ini?

Prasarana pendukung di sekolah ini apapun yang mereka pakai pasti kita diizinkan dipakai, tetapi  dengan syarat guru itu pasti mendampingi. Contoh internet free. Tetapi jika mereka mau masuk ke lab, mereka ada prosedur. Mereka misalnya ajukan mau pakai lap, tetapi akan bicara wali kelasnya, wali kelasnya bicara ke kaprodinya, kaprodi itulah yang mengutus salah satu guru untuk memantau siswa mau mengerjakan tugas mereka di lab.

Jadi mereka happy. Tidak ada beban mereka. Contoh lain, mereka mau buat film pendek di studio, mau bikin film, mereka silahkan pakai alat-alatnya. Jadi alat di sini tidak dipakai hanya pada saat jam belajar mengajar. Semua mereka mau latihan, boleh dipakai. Tentu kita bicara bisnis rugi. Tetapi tidak, saya sudah matikan otak bisnis saya. Mendirikan sekolah ini sudah saya bilang tadi, yang pertama karena saya sayang kepada suami saya, makanya saya buat laboratoriumnya. Sekolah ini adalah laboratorium suami saya. Saya suka sosial, suami saya dengan saya suka sosial.

Saya dengar juga bahwa yayasan ini juga memberi ruang bagi keluarga yang tidak mampu. Bagaimana caranya, karena ini kan sekolah yang bermutu yang pasti mahal?

Uang sekolahnya di sini nggak mahal. Itulah saya perlu juga kasih tahu, mungkin orang harus tahu uang sekolah di sini murah Rp 400.000 sebulan. Fasilitas boleh lihat, setiap raungan ada 3 AC. Ada 66 ruangan. Dari segi bisnis pasti rugi karena ruangannya satu ruangan tiga AC. Belajar pakai Infocus lengkap dengan CCTV. Semuanya nyaman. Satu meja satu orang.

Ada yang tidak mampu, tetapi kriteria orang yang tidak mampu itu saya tidak mau mendengarkan hanya dari orangtua, tapi pasti saya tunjuk tim saya untuk meneliti betul-betul melihat ke sana, memantau betul. Kenyataannya itu betul, saya tentu tidak mengotori laporan keuangan. Caranya saya ambil uang pribadi saya, uang sekolahnya saya bayar satu tahun ini. Demikian caranya.

Saya bertepatan berlatar belakang pendidikan teologia, saya pada kesimpulan tidak harus jadi pendeta melayani. Saya meutuskan jadi jurnalis, saya sudah tiba pada pemikiran, pendeta itu hanya pekerjaan, tentu juga sekaligus pelayanan. Artinya kita tidak mendikotomikan, di gereja itu pelayanan di sekolah itu bukan pelayanan. Sekolah ini bagi kami pelayanan. Begitu masuk ke kawasan ini saya bilang ini misi mulia, menemukan tujuan kita dirancang untuk tujuan mulia. Pertanyaan, bagaimana menanamkan bahwa misi kita itu menjadi terang di sini?

Ini pertanyaan yang sangat bagus. Saya happy menjawabnya. Jadi kalau kami di sini, saya seorang Kristen ketepatan kita sama-sama jemaat HKBP, saya berprinsip, kami berdua khususnya saya dan suami berprinsip kita mau mengabarkan Injil, firman Tuhan. Bagi saya bukan harus menjabarkan Alkitab, marjamita atau berkhotbah. Iya, saya menjalankan ini khotbah yang hidup. Mengapa? Doa saya kepada Tuhan, hanya satu Tuhan. Buatlah sekolah ini menjadi sekolah puji-pujian bagi namaMu. Saya hanya mengatakan, kalau saya menolong orang yang susah samalah saya menolong Tuhan, saya ingat sebagaimana disebut dalam Alkitab. Kami betul bersosial, Kami rata-rata dalam satu tahun itu bisa 3-4 kali kami bersosial. Mengapa? Kita ingin membuat kesaksian, yang punya sekolah itu seorang Kristiani. Jadi buat saya tidak bisa mengatakan, perbuatan saya yang mengatakan saya Kristen. Seperti tadi, kami ingin sekolah ini menjadi khotbah yang hidup. (Hojot Marluga)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

5 × three =