Michael B. D. Hutagalung, SH, LL. M., Ketua Umum Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia; “Tuhan Menghendaki Kita Bisa Melaksanakan Hukum Dengan Benar”

Kalau enggak salah, organisasi yang Anda pimpin ini juga berelasi dengan organisasi-organisasi di luar negeri, sampai Anda ke Belanda untuk pendidikan hukum. Ternyata pemahaman hukumnya pasti lebih tarap memahami hukum, esensi dari hukum itu apa yang kemudian Anda temukan dari pengalaman-pengalaman berorganisasi dengan mereka, mengingat peradabannya lebih maju di bidang hukum?

Saya kira begitu, dari banyak komunikasi banyak interaksi dengan organisasi-organisasi dari luar negeri. Satu hal yang saya lihat, mengapa mereka bisa maju sekali adalah satu mereka junjung tinggi betul hukum itu, dan mereka tidak mau mencoba-coba untuk mempermainkan hukum, ya segampang itu. Jikalau saya boleh bisa cerita sama-sama semua, yang ada di sini. Jadi, kalau kita taat sama hukum, berarti kita taat, taat kepada aturan.

Maka hidup ini hidup bersosialisasi, hidup bernegara itu dapat terlaksana dengan baik karena masing-masing tahu porsinya, sebagai contoh, yang paling simple saja, budaya antri budaya. Antri di sini sama di luar negeri kan sangat berbeda, tetapi coba kalau misalnya. Perhatikan, kalau orang Indonesia di sini yang tidak suka antri, tiba-tiba dia datang ke Singapura atau ke ke negara-negara lain, pasti otomatis dia suka ngantri, mengapa, karena dia ada di lingkungan yang semua sama di depan hukum.

Jadi kita harus bisa menciptakan lingkungan yang taat hukum, supaya orang-orangnya juga bisa Taat Hukum. Tetapi itu bisa dimulai dari kita sendiri, juga orang-orang di sana hebat sekali, kalau misalnya, dibicara tentang hukum simple, mereka taat, mereka patut mereka enggak mau macam-macam sama hukum.

Dari tadi kita agak serius ini bicara hukum. Kita kembali dulu ke Bandung. Seingat saya orang-orang Batak yang lahir di Bandung itu orang-orang yang sang sangat kreatif, bisa dibandingkan walau Jakarta dianggap sangat luar biasa kotanya, tetapi orang-orang terkhusus Batak yang lahir dari Bandung orang-orang kreatif, begitu lahir anak Bandung yang justru bercokol nasional, begitu banyak, puluhan yang kita tahui apa yang membuat demikian, mungkin suasananya?

Apa yang membuat kita kreatif, orang-orang Batak di Bandung begini. Saya bicara tentang saya saja, mungkin bisa kena juga sama orang-orang Batak di Bandung lainnya. Pertama Bandung itu dingin, sejuk, mirip dengan Kampung kita. Kedua, di Bandung itu pola hidupnya tidak sepadat Jakarta. Orang jikalau Bandung kalau lagi santai 30 menit sudah sampai satu tempata, dan ritme hidupnya itu lebih santai, mungkin karena orangnya santai berpengaruh kepada sering bersosialisasi, sering bertukar pikiran, itu bisa meningkatkan mood, meningkatkan mood. Jadi, lebih sering baik orang kalau moodnya baik, pasti akan membuahkan hasil yang baik.

Bicara tentang kreatif. Kreativitas di Bandung ini banyak seniman, banyak sekali seniman-seniman hebat, banyak sekali penyanyi-penyanyi, musisi-musisi, pelukis-pelukis hebat itu asalnya dari kota Bandung, juga mungkin bisa menjadi salah satu salah satu factor mengapa ada orang-orang di Bandung itu kreatif-kreatif. Dan, mungkin jadinya tertular juga dengan kami kita-kita ini, yang orang-orang Batak yang ada di Bandung. Saya kenal ada beberapa sahabat-sahabat saya, musisi-musisi, penyanyi-penyanyi hebat, semua terkenal, itu kita sama-sama besar tumbuh besar di Bandung.

Selain kota kreatif. Kota pendidikan juga?

 Kota pendidikan. Ada istilah Kota Bandung diciptakan Tuhan pada saat tuhan sedang tersenyum, begitu istilahnya. Begitu Bandung diciptakan tuhan pada saat tuhan tersenyum. Jadi kayaknya seolah-olah Tuhannya lagi bagus diciptakan Bandung. Begitu. Jadi mungkin itu yang membuat kreatif.

Bapak kan asal dari Tarutung, kota yang sangat kenal Tapanuli, terakhir kapan dari sana?

Ini dia, terakhir saya 10 tahun yang lalu. Oke lebih mungkin sekitar 12 tahun lalu. Nah ini hal yang tidak patut dicontoh.

Tetapi bisa bahasa Batak, lahir di Bandung. Bagaimana ceritanya?

Orangtua saya juga tetap mengajarkan bahasa Batak, saya tumbuh besar melihat orangtua saya, mungkin 50% menggunakan bahasa Batak di rumah, apalagi kalau ngomongin anak-anak yang kita tidak boleh tahu, mereka akhirnya mereka enggak tahu kalau kita tahu, karena saya pada saat kuliah di Fakultas Hukum pasti banyak orang-orang Batak, banyak anak-anak Batak perantauan, sahabat-sahabat saya itu sekarang mereka itu perantauan. Saya banyak menjadi lebih lancar bahasa Batak gara-gara sering berinteraksi sama mereka. Itulah mungkin salah satu faktornya.

Kita hubungkan lagi dengan profesi hukum, termasuk nanti, jaksa polisi utamanya pengacara berjubel orang Batak yang hebat-hebat, tetapi miris juga banyak juga yang membuat kita kecewa, yang membuat kita dalam tanda kutip, tidak bisa menjadi contoh, begitu. Bagaimana pendapatnya?

Saya berusaha untuk bisa lewat profesinal. Saya berharap masyarakat bisa bisa mempunyai pemikiran yang benar tentang profesi pengacara, pemikiran yang benar tentang orang Batak dan yang paling penting adalah pemikiran yang benar tentang hamba Tuhan. Jikalau ini bisa disatukan dalam satu sosok, puji Tuhan dan ini bisa tertular sama orang-orang yang lain, karena kesannya pengacara ini wah gimana. Begitu, begitulah image yang harus kita rubah.

Ini pertanyaan agak serius, tetapi sebenarnya ini esensi yang mau kita tanyakan sebenarnya pendidikan membuat kita maju, ada ungkapan, pendidikan itu sihir perubahan tetapi jikalau kita mempelajari kitab suci, sebagai Kristiani kita diajarkan, bagaimana menemukan Tuhan, bagaimana bermetanoia. Bagaimana bertobat harus ada transformasi dari diri dulu. Apun pendidikan kalau memang hati belum tersentuh, belum bertemu Tuhannya, iya tetap saja hanya make up, hanya topeng, hanya berteater, dia bisa pintar karena sertifikat atau gelar yang dia terima pendidikan tapi kalau hatinya sudah tersentuh pendidikan itu membawa pada perubahan. Ini sangat penting, kita hanya menyoroti orang Batak. Sebenarnya ada ungkapan, setelah orang Batak ditentu sending penginjilan ada kelemahan di sending kita itu tidak tuntas pertobatan orang Batak, karena pertobatan orang Batak yang disentuh itu kan raja-rajanya hanya beberapa orang, tidak secara personal yang nanti terduplikasi. Generasinya tidak semua mengerti ternyata esensi, sebagai orang Kristen itu harus ada pertobatan dalam diri. Bagaimana dia memahami ini pasti sudah sudah harus kita dengar arahan dari Anda soal, bagaimana kita menemukan, bagaimana kita harus berelasi dengan Tuhan, baru kita bisa bertanggung jawab moral pada profesi kita, begitu pertanyaannya?

 Menurut saya bisa berlaku di semua asek, bukan hanya di aspek hukum, bukan hanya di aspek profesi hukum tetapi di semua aspek satu kata, mungkin yang paling kita suka di situ yang jadi angkat sini adalah tentang kata pertobatan, metanoia. Ayatnya tadi yang saya sampaikan Roma 12 ayat 2, berubahlah dengan pembaharuan budimu. Kita jangan punya pemikiran, bahwa pertobatan itu satu kali, pertobatan itu menurut saya setiap hari, mengapa, karena setiap hari kita bikin dosa. Karena selama kita masih hidup di dalam duni ini, kita hidup dalam dosa.  Itulah sebabnya kita butuh pertobatan. Jangan kita tersinggung kalau misalnya, ada orang bilang kamu bertobat. Jangan pernah kita tersinggung, setuju justru kita harus, termasuk yang ngomong juga harus bertobat.

Saya tambahkan, saya setuju karena dalam Liturgi gereja kita juga tiap Minggu kita mengakui pertobatan, ucapan pengakuan dosa.

Nah. Apalagi. Jadi gini, kalau kita hanya memikirkan pertobatan itu, satu kali atau dua kali, maka pertobatan itu tidak terjadi, karena yang namanya pertobatan sebetulnya esensi dari pertobatan itu adalah perubahan, sikap pikiran dan hati. Jadi semakin serupa dengan Kristus, selama kita belum serupa dengan Kristus, maka pertobatan itu harus terus dilakukan, kalau kita bisa terus melakukan pertobatan itu secara continue, secara regular, secara rutin, maka kita akan mempunyai perubahan hidup yang mungkin kita enggak sadari. Kita sudah berubah dari satu level, naik ke level yang lain, naik lagi ke level yang lain.

Nah kalau misalnya, bisa seperti itu maka kita sudah sudah bisa menjalankan apa yang dikatakan firman, sedangkan mungkin yang saat ini yang tadi zending bilang segala macam itu mungkin, mungkin itu karena proses pertobatannya tidak konsisten, berhenti di satu level tertentu, sehingga tidak terjadi pemuridan atau pertobatan, karena selain pertobatan kan juga Tuhan mau kita melakukan pemuridan. Bukankah Amanat Agung menyuruh, pergilah dan jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam NamaKu.

Jadi sebenarnya esensi dari kita ini adalah sebagai anak-anak dan murid-murid Tuhan Yesus adalah menjalankan Amanat Agung, membuat orang-orang itu menjadi murid Kristus dan memuridkan mereka, bagaimana kita bisa menjadikan mereka murid Tuhan Yesus. Awalnya apa, dengan cara membuat mereka bertobat dulu, dan itu sifatnya jangan berhenti bertobat, melakukan pengakuan dosa di hadapan pendeta atau kalau di gereja-gereja karismatik menjalankan altar call, nangis-nangis angkat tangan bertobat, minta maaf. Tetapi pikirannya enggak dirubah, tetapi hatinya enggak berubah, itu belum bertobat. Kalau yang seperti tadi yang saya bilang nangis-nangis segala macam itu make up yang berubah seperti tadi, pertobatannya make up. Padahal pertobatan itu mesti dari hati dan pikiran kita. Jadi sifatnya continue.

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

eighteen − six =