Michael B. D. Hutagalung, SH, LL. M., Ketua Umum Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia; “Tuhan Menghendaki Kita Bisa Melaksanakan Hukum Dengan Benar”

Kita kan diberi free will, kemampuan untuk memilih di antara berbagai rencana tindakan berbeda yang memungkinkan, hak kebebasan oleh Tuhan, Tuhan tidak intervensi kebebasan kita, tetapi dengan fee will kan kita sering menyalahgunakan itu, maka ada ungkapan soal pertobatan tadi sekalipun malelakat meminta dia bertobat, kalau dia sendiri pribadi tidak mau bertobat, tidak akan ada pertobatan. Artinya, kembali ke personal kalau ke personal memang ada waktu Tuhan, yang kita yakini memang perlu dikondisikan, disuasanakan, dididik dibawa pada diskusi begitu. Pribadi itu sebenarnya yang menentukan dia mau berelasi dengan Tuhan. Kita sebagai teman, misalnya, sebagai orang lain, tidak berhak juga mengintervensi atau memaksa dia bertobat. Pertanyaannya kemudian, kan hanya pribadi itu yang bisa menentukan dia mau memberi hati kalau kita minta dia memberi hatinya, kalau dia tidak membuka hatinya?

Betul. Roma 10 ayat 9. Saya setuju sekali bahwa pribadi kita yang harus dulu memiliki kerinduan. Enggak bisa pertobatan itu dilakukan, kalau tidak ada kerinduan benar dan kerinduan itu harus di dimulai, diinisiasi dengan yang namanya pengakuan kita, mengaku dulu bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan dan jurus selamat kita. Undang Dia masuk ke dalam hati kita bertahta, bahwa Dia adalah Tuhan yang berdaulat dalam kehidupan kita, sehingga kalau kita mengakui bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan yang berdaulat dalam hidup kita, maka sikap hati dan pikiran kita, hidup kita, bukan tentang kita hidup adalah tentang Kristus.

Setiap perkataan kita, setiap kelakuan kita, setiap perbuatan kita itu, apakah memuliakan Kristus atau tidak, maka kita lakukan, kalau tidak kita lakukan siap, tetapi kan hidup tentang saya. Soal free will iya silakan mau lakukan enggak boleh. Mau tidak dilakukan juga enggak apa-apa. Tetapi ini sudah ada resep-resepnya, kamu mau lakukan atau enggak itu hak kamu, mau dilakukan puji Tuhan engak dilakukan ya enggak apa-apa. Tapi sebaiknya kalau saya, kita lakukan, kita hidup percaya enggak, kalau kita hidup ini, karena kasih karunia Tuhan, percaya ini semua, karena kasih karunia Tuhan, bukan karena kekuatan kita, bukan karena kehebatan kita, tetapi itu semua karena kemurahan Tuhan dalam hidup kita, dan kita ini hidup dalam mukjizat. Banyak orang yang enggak percaya. Ketika saya bilang bahwa kita ini hidup dalam mukjizat. Ya, maksudnya apa, pak? Saya ambil ilustrasi, kita sekarang bayangkan orang-orang yang ada di ICU.

Beberapa waktu lalu kita kehilangan orangtua kita ya kehilangan. Lae kehilangan Bapak, saya kehilangan ibu. Coba bayangkan kalau kita sekarang ada orang di ICU, yang hidup dengan oksigen kira-kira berapa harga oksigen. Itu engak murah. Kalau kita bandingkan kira-kira, kalau misalnya orang-orang yang di ICU, yang tidak sadar itu mereka dikasih kesempatan untuk sadar, dan untuk menjawab kalau buat mereka orang-orang yang ada di ICU, untuk bisa duduk di tempat kita duduk sekarang, kira-kira buat mereka perlu mukjizat? Perlu.

Perlu, karena mereka di ICU. Jikalau buat kita berada sekarang perlu mukjizat, bukankah kita saat ini hidup dalam mukjizat? Mesti sadar konsep itu, kalau kita sadar bahwa kita hidup dalam konsep mukjizat, maka kita hidup kita akan dipenuhi dengan rasa syukur, bahwa kita masih diberikan kesempatan untuk hidup, bisa bernafas gratis engak usah beli oksigen, dan itu kan bukan karena kita, karena Tuhan. Kalau itu mindsetnya, maka saya percaya free will yang diberikan kepada kita, kita kembalikan semua untuk kemuliaan Tuhan, dan setiap langkah kita, setiap hidup kita, pasti hanya untuk kemuliaan Tuhan saja.

Jadi, kalau sudah dititik pemahaman itu, seperti kita bicarakan tadi, domba di tengah Serigala tidak takut. Terima kasih atas waktunya. (Hotman)

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

nineteen + 20 =