Pemimpin Partai Mesti Memahami ‘strict liability’ dan ‘vicarious liability’ sebagai Pertanggungjawaban Moral
Ungkapan satu orang makan cempedak semua kena getahnya, mungkinkah itu dilakukan, hanya karena ulah satu orang semua menanggung akibatnya?
Selama ini tidak ada penerapan sanksi kepada partai politik, maka mereka semua muka tembok. Perbuatan yang bersangkutan seolah-olah yang melakukan seorang diri, padahal, mereka menikmati bersama, bahkan kerjasama. Contoh, misalnya, waktu saya membongkar korupsi tahun 2011 dari partai Demokrat. Saya satu-satunya advokat yang berhasil mendesak dan atau menekan KPK sehingga KPK menggunakan undang-undang money laundering ini disebut sebagai pencucian uang. Sebelumnya tidak pernah dipakai, itu, tapi karena saya bilang ada uang ini masuk ke partai Demokrat 13,5 miliar waktu bisa, kan semua orang menyalahkan saya, dianggap mencemarkan nama baik Demokrat. Faktanya sejak saat itulah Demokrat hancur, memang begitu faktanya. Walaupun selalu mereka bantah dan ternyata 10 tahun kemudian ada pengakuan dari kader-kader Demokrat yaitu dengan cara mereka bikin rilis di Hambalang. Faktanya sudah ada kadernya dipenjara dan atau dilepaskan gitu walaupun hanya sedikit dari yang banyak itu.
Tapi kenyataannya demikian, bahwa uang itu masuk ke partai politik. Jadi benar seperti Anda katakan tadi, satu orang makan cempedak semua kena getahnya. Memang harus begitu supaya ada tanggung jawab moralitas. Pernah ada politisi senior mengatakan mereka (politis) itu setengah setan atau setengah malaikat. Apa maksudnya? Setan, karena memang mereka itu mampu berperan seperti itu, seolah-olah malaikat padahal setan. Wajar ada pengakuan dari politisi paling senior bahwa mereka sebenarnya setengah-setengah setan karena mereka mampu melakukan itu dan pengakuan itu terjadi di hadapan politisi paling senior. Mereka mengaku bahwa mereka itu setengah malaikat, setengah setan kan begitu. Jadi, apa namanya sudah tepat apabila partai politik dibubarkan ketika kadernya gemar korupsi.
Anda kan ketua partai, nanti bisa nggak juga kalau orang berkomentar, sebutlah, Kamarudin Simanjuntak berkoar-koar karena partainya belum besar. Masih sosialisasi untuk berkembang nanti kalau sudah besar diam juga….
Begini. Saya sudah katakan sejak awal syarat untuk masuk partai PDRS itu ada tujuh. Pertama, hatinya baik. Alkitab berbicara lebih daripada 500 kali tentang hati. Inti daripada pengajaran Kristus itu adalah hati-hati yang baik, hati yang penuh kasih. Jadi pusatnya di hati. Maka kalau pendeta berbicara di gereja selalu diawali dan masih sejahtera itulah yang namanya mengerami hati. Melampaui hati, pikiran nama hati-hati di pikiranmu, bilang itu kan dia itu selalu bilang dua ini hati dan pikiran. Maka semua persyaratan untuk bisa menjadi ada pertama hatinya harus baik.
Kedua, pikirannya harus benar dan positif. Benar artinya sesuai hukum. Kritis tapi tujuannya baik. Ketiga, dia harus militan itu artinya pejuangan tidak mudah goyah pejuang kebenaran, berjuang kebaikan. Dia pejuang kemanfaatan dan keadilan. Keempat, dia harus menyetorkan NPWP nomor pokok wajib pajak, harus mengajari orang patuh kepada kewajiban yaitu bayar pajak juga menyetorkan kartu identitas diri identitas, yang jelas, dari mana dia, tinggal di mana. Punya KTP.
Jadi calon kader harus jelas, datangnya dari mana. Dia juga harus memberikan CV atau daftar riwayat hidup. Jadi politisi PDRIS harus jelas latar belakangnya, baik latar belakang keluarga maupun latar belakang pendidikan, termasuk latar belakang sosial lainnya organisasi-organisasi yang pernah dia tekuni. Jadi namanya CV cariculum vitae. Kelima harus menandatangani fakta integritas, bahwa dia tidak ada di partai lain. Jadi tidak boleh main dua atau tiga kaki. Di PDRIS sudah ada yang kita berhentikan, karena itu ancaman pidana pasal 63 yaitu menandatangani fakta integritas, bahwa dia hanya ada di satu partai. Padahal dia yang mengajak bikin partai PDRIS tetapi saya yang bikin syaratnya. Ternyata ketika ada penandatangan fakta integritas dia mesti mundur.
Salah satu contoh ketegasan di PDRIS, biarpun dia ikut sebagai pendiri, tetapi tidak boleh di dua tempat, mesti satu. Fakta integritas hanya boleh satu partai atau menyangkut kesetiaan dan kejujuran, tidak bisa menerima mahar politik, tidak boleh membagi-bagi uang. Betul-betul dia harus murni terpilih oleh karena programnya, bukan karena ketokohan. PDRIS partai yang tidak mengedepankan ketokohan, kita tidak butuh ketokohan, yang kita bangun system. Semua itu harus logis. Jadi yang dipakai hati dan pikiran, bukan kalau ketokohan. Logikanya dia bisa menjadi pejabat, politis karena memiliki hati yang baik, pikiran yang benar dan positif dan berguna. Itu saja sih manfaatnya, bisa memberi keadilan kepada rakyat kemudian tidak melakukan perbuatan, misalnya, menggelapkan pajak.
Tidak boleh kemudian mempersulit pelayanan perizinan atau perpanjang izin. Selama ini kerjaan politis begitu, mempersulit izin, dibuat serumit mungkin. Saya selalu bilang kita tidak butuh ketokohan dan kalau saya pun melanggar harus dihukum. Itu artinya semua yang terlibat sebagai pengurus partai seluruhnya bertanggung jawab untuk partai, jangan seperti sekarang dia mencari sumber daya manusia untuk pejabat politisi tapi ketika terbukti dia melakukan kejahatan semua cuci tangan itu nggak boleh. Itu namanya kemunafikan.
Kalau demikian sudah punya konsep tentang tujuh hal tadi?
Tentu kalau sudah memenuhi syarat tujuh tadi dia selanjutnya merekrut 100 orang. Jikalau sudah memiliki syarat ke-7 itu dia sudah bisa apa saja. Apa yang yang mau dia, boleh, itulah tiket yang ketujuh; menjadi calon walikota, menjadi Bupati mau jadi calon gubernur, jadi menteri atau jadi presiden. DPR, DPRD kabupaten, kota dan DPR pusat hanya dengan memenuhi tujuh kriteria itu; tanpa harus dibebani lagi dengan kewajiban memberi uang dan ada garansi dari kita. Dan kalau sudah terpilih tidak boleh gajinya dipotong. Gajinya ke istrinya, kekeluarga. Tentu kalau ada kelebihan sedikit misalnya, setelah semua pos-pos antaranya terisi maka boleh sedikit disetor ke partai. Jadi ke partai terakhir. Karenanya partai mesti siap diaudit, bahwa itu sumbangan dari politisi atau dari mana pun harus diketahui.
Tidak seperti sekarang langsung potong atas buat partai politik, belum lagi untuk organisasi-organisasi sayap. Maka yang sekarang ini tidak memungkinkan untuk tidak korupsi, karena itu berdiri partai yang memungkinkan kader-kader untuk tidak korupsi. Anda sebut bahwa sumber masalah ini sebenarnya awal dari partai, sebagai ketua umum partai semua partai bisa eksis atau bisa berkembang karena mahar-mahar atau bantuan dari semua kader.
Lalu, bagaimana menjaga integritas kader agar tetap hidup sederhana. Sebenarnya karena tuntutan hedonisme itu, orang selalu berlomba-lomba kemewahan. Bagaimana Anda sebagai ketua umum menerapkan dasar ini, bisa ditiru hidup sederhana?
Jadi yang pertama, dari manakah sumber keuangan partai, dari anggota partai dari pengurus partai kemudian dari pemerintah. Karenanya pemerintah harus mengalokasikan anggaran untuk partai, dan kalau ada penyumbang partai donatur dan atau simpatisan tapi dengan batas tertentu itu sudah masuk akal.
Agar kader PDRIS tidak korupsi, Anda tadi sebut harus menghindari sikap hedonis, bagaimana caranya?
Tentu kita harus beri contoh hidup sederhana seperti yang ditampilkan oleh Pak Jokowi, tetapi bukan hanya sekedar pencitraan, jadi memakai baju yang sederhana memakai baju yang masih layak, memakai kendaraan yang masih layak. Tentu, tidak perlu harus mengejar setiap kendaraan yang baru. Tetapi bukan pencitraan, tapi betul-betul kita berikan keteladanan. Patokannya atau panutannya Tuhan Yesus Tuhan. Yesus berkata kepada kita diperintahkan untuk melaksanakan amanat yang agung. Pergilah ke seluruh dunia, jadikan semua bangsa muridku, ajar mereka, baptis mereka dalam nama bapa putra Roh Kudus. Di dalam ayat lain, ketika kita disuruh pergi kita tidak diminta membawa bekal, tetapi hanya dengan modal pikiran yang positif hati yang baik. Jadi kita disuruh berangkat tanpa membawa bekal. Jadi bergantung pada iman. DisuruhNya pergi dengan iman, karena imanmulah yang menyelamatkanmu. Itu tercatat dalam Ibrani 11 ayat 1 di sana disertakan; iman itu adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.
Bayangkan, suatu bangunan kalau dasarnya sangat kuat, biar badai datang, biar gempa, biar ombak, itu tidak akan goyah. Karena dasarnya sudah kuat, biar godaan datang, itu tidak akan goyah. Karena dasarnya sudah kuat. Iman itu selain dasar juga disebut sebagai bukti, kita diminta saling peduli kepada sesama, tidak lagi berlomba-lomba untuk hidup kaya atau pamer kekayaan. Tidak perlu korupsi, karena kenapa? Karena kita melaksanakan iman dan ajaran kasih yaitu mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh dan mengasihi sesama seperti diri sendiri. Jikalau sekarang tak ada orang mengumpulkan, harta sampai 100 keturunan padahal besok dia belum tentu punya keturunan. Itu yang jadi masalah. Sedangkan di sisi lain, banyak orang tak makan.
Coba kalau misalnya, kita berpikir seperti ajaran Tuhan Yesus bisa lagi kesusahan sehari cukuplah buat sehari. Jangan begitu kita lihat orang lagi kesusahan di pinggir jalan, misalnya kita beri dia uang atau makanan orang itu juga tidak berpikir jahat. Lama-lama juga dia sadar ya, “ya saya jadi beban masyarakat.” Maka jangan jadi beban masyarakat. Kalau saling mengasih, berbagai, lama-lama sadar terketuk hatinya karena kebaikan orang juga tidak akan korupsi lagi, karena kesadaran, bukan karena hukuman. Jika orang dihukum itu apa bedanya dengan ternak? dipecut dulu baru berubah, berarti kita ini bukan lagi makhluk yang mulia tapi sama saja dengan margasatwa. Kalau kita sadar bahwa korupsi itu lebih jahat, maka dia tak melakukannya, lagi karena dia beroleh kasih karunia dari Tuhan, beroleh kasih juga dari sesama manusia. Orang sadar tentang kewajibannya.