Tak Ada Ganti Rugi Atas Lahan Masyarakat, Pengacara Jupryanto Menggugat Presiden, Menteri dan Gubernur

Apa yang membuat Anda membuat pilihan, berpihak kepada masyarakat?

Hidup ini kan pilihan. Jadi itu yang membuat saya tersadar, mengapa saya menjadi pelayan. Awal ceritanya begini. Gereja di Cijantung HKBP itu kan gereja yang besar. Saya sudah berapa kali ditawarkan untuk menjadi sintua, tetapi saya menolak karena saya merasa tidak memiliki makna dan arti apa-apa lagi di sana, karena di sana, gereja itu sudah bertumbuh, sudah berkembang baik. Saya nggak mungkin maksimal untuk memberikan pelayanan di sana.

Tetapi ketika saya berjalan di sekitar komplek ini, ternyata ada saya menemukan gereja HKBP yang saat ini jemaat merindukan saya untuk menjadi pelayan di sana, padahal saya belum jemaat di sana. Oleh karena itu saya memilih. Saya datang ke Cijantung untuk minta surat pindah tak dikasih, sampai tiga kali saya dicalonkan jadi sintua. Tetapi satu waktu saya mendatangi kantor gereja lagi dan menyebut, ini soal pilihan hidup, dimana saya sudah menentukan hidup saya untuk melayani. Tidak membantu yang besar, tetapi membantu yang kecil.

Akhirnya saya di sana diberikan surat pindah. Saya hanya ingin menjawab, saya pikir, mengapa saya jadi di sintua. Karena jemaat gereja kecil yang meminta saya merasa ini sudah suara Tuhan. Maka saya pikir kalau saya tidak melakukan perintah ini saya salah. Itulah bahan perenungan terhadap diri saya. Suatu ketika datanglah pendeta Sondang ke rumah, setelah saya sudah jadi pindah. Saya nggak tahu, cuma dibilang Partangiangan di rumah kami.

Saat itu kami disuruh duduk sama istri untuk menerima panggilan itu. Saya merenung awalnya di gereja. Pertentangan karena pengen melalui mekanisme, sedangkan jemaat pengen cepat-cepat saya jadi pelayan di situ. Karenanya, saya mengikuti prosedur prosedur yang ada di gereja. Saya dicalonkan jadi calon sintua. Saya pun ingin pemerintah, para pejabat itu seperti itu, menjawab harapan-harapan masyarakat. Jadi sekarang setelah saya di situ, saya menjadi ketua pembangunan gereja. Saya menjadi ketua panitia natal.

Nama gerejanya apa?

HKBP Cicalak. Karena ini tersembunyi, bahkan tetangga-tetangga tak semua tahu. Maka saya harus membangun semangatnya, saya buatkan plakat. Saya menyadari gereja itu bukan rumah-rumah asal-asalan, ini rumah Tuhan. Saya membayangkan seperti itulah pemerintah daerah harusnya merespon, mestinya bisa menjawab harapan-harapan masyarakat.

Dari segi hidup, saya sebut Anda sudah nyamanlah. Itu pun sebenarnya relative, tetapi saya kenal Anda, dalam perjalanan Anda sebagai pengacara, juga empati dan perjuangan Anda membantu klien dan menghidupi beberapa kantor pengacara. Bukan sampai di situ, ternyata masih ada kristalisasi spiritual, sampai memutuskan jadi sintua, apalagi itu pasti menyita pikiran, pasti menyita pelayanan ini, harus memberi waktu….

Jujur, memang waktu anak tersita. Kadang-kadang anak pun berontak kepada saya “bapak nggak pernah lagi di rumah.” Minggu gereja. Ikut juga pengurus di Purba, juga di Simangunsong. Senarnya paling nggak suka saya dalam hal berlama-lama. Maka saya bilang, saya juga seorang Batak seorang Purba. Harus loyal dong terhadap marga saya. Makanya untuk membuktikan saya satu periode dulu memimpin.

Gizi Buruk di Humbang Hasundutan; Tanggung-Jawab Siapa?

Tentunya nanti, saya lebih enak, saya bilang ketika saya nanti berumur 42, saya enggak urusin marga lagi karena saya jadi penasihat. Saya bilang pelayanan terhadap ini justru malah saya nikmatin. Mengapa saya nikmatin, karena inilah yang menjaga dan melindungi saya. Jadi, saya bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk.

Apa makna hidup bagi Anda. Karir lain bagus. Jadi pengacara, saya pastikanlah Anda sibuk. Di tengak kesibukan masih memberi ruang melayani, memberi ruang di adat Batak. Ada ungkapan, sebaik-baiknya manusia dia berguna untuk sesama. Sampai di titik ini, apa yang membuat Anda bersikap dan memilih pilihan ini…

Begini, iya. Saya tak pernah merebut ini. Nggak saya inginkan, Tuhan beri untuk saya. Saya kasih kita pemahamannya, untuk pengacara muda juga ini penting. Dalam hidup ini tak perlu pintar.

Mengapa?

Penting orang berhikmat.

Apa beda pintar dengan hikmat?

Pintar, takut kalau tidak berhikmat saya nggak bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk.

Hikmat itu pikiran Tuhan

Berhikmat, apa kita bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk. Tuhan itu tidak mengarahkan untuk hal-hal yang buruk, makanya ketika saya menangani kasus kalau pintar hanya memikirkan untung, iya untung itulah. Makanya mengapa saya bilang, saya melakukan itu karena saya berhikmat bukan untuk mencari kepintaran atau kekayaan, walau pun di samping kita berhikmat kita dapat untung. Hikmat itu datang dari apa, dari Tuhan. Berarti kita berhikmat, sehingga saya dalam membela klien memilah-milah. Kalau kita menggunakan hikmat, sampai apapun yang terjadi, saya tidak pernah mengurangi apa yang menjadi hak karyawan.

Ngomong-ngomong ada nggak hubungannya prinsip hidup Anda dengan lambang Rajawali. Filosofi Rajawali itu kan dalam makna. Ini hubungannya dengan kepemimpinan, memang harus berani terbang tinggi…

Kalau Anda naik ke rumah saya ada patung elang, bukan memuja, iya. Di kantor pun ada.  Hidup itu seperti kehidupan elang. Dia tidak pernah di tempat yang santai, dia lebih senang semakin tinggi maka dia akan makin senang. Apakah elang itu membunuh musuhnya dengan cara mematuk? Enggak. Kalau ada yang menyerangnya tinggal terbang ke tempat yang tinggi, musuhnya akan jatuh karena nggak kuat.

Di Alkitab, kan ada seumpama Rajawali. Rajawali itu makna filosofis hidup seorang yang mengandalkan kekuatannya, tentu bukan hanya kekuatannya tetapi sadar ia berjalan sendiri. Dan disana ada keyakinan dijaga oleh yang berkuasa; yaitu Tuhan….

Memang hal itu dibilang di ajaran kita, kan. Kalau kekayaan kerajaan apa semua kan kekuasaan kalau setan gampang memberi. Puja saja setan Anda dapatkan kekayaan. Setan juga bisa memberi kekuasaan, kekayaan, yang diberikan Tuhan kepada kita sejahtera, jaminannya keselamatan diberikan kepada, dijanjikan hidup dalam penjagaannya, dicukupkan dan satu helai pun rambut tak akan bisa jatuh dari rambutmu.

Gara-gara orang lain Tuhan tidak izinkan hilang satu noktah pun. Itulah yang saya ambil filosofi hidup saya. Dalam diri saya hanya berhikmat, dalam arti saya bisa membedakan, mana yang salah mana yang benar. Kadang di kehidupan sekarang ini orang sudah banyak tidak bisa membedakan mana yang baik mana yang nggak benar.

Hojot Marluga

Belajar Filosofi Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

19 − 1 =